Rabu, 30 Maret 2011

Eksistensi Hak Perikanan Tradisional : Perikanan Bagang Di Sulawesi Selatan

Dewasa ini eksistensi hak perikanan tradisional mulai diragukan eksistensinya. Hal ini tentu saja seiring dengan semakin berkembangnya teknologi yang memudahkan segala pekerjaan, termasuk di bidang perikanan. Untuk itu masyarakat tradisional telah kehilangan hak perikanan tradisionalnya terutama dalam menangkap ikan. Namun, eksistensi dari hak perikanan tradisional tersebut masih dapat kita temukan di beberapa daerah yang masih menyisakan dan mengeksistensikan hak perikanan tradisionalnya. Salah satunya adalah bangang di Sulawesi Selatan.
Hak Penangkapan Ikan di Laut :Perikanan Bagang
Bagang berasal dari Suku Bugis di Sulawesi Selatan. Bagang adalah kerangka bangunan (menyerupai bentuk rumah panggung) yang terbuat dari bambu dan tiang-tiang yang ditancapkan didasar laut. Fungsi bagang sebagai tempat memasang jaring-jaring ikan, juga dimaksudkan sebagai pangkalan tempat ikan berkumpul dimalam hari , terutama pada malam yang gelap di luar bulan purnama dengan cara memasang lampu pada tiang-tiang bagang. Perikanan bagang, merupakan suatu bentuk teknologi tradisional penangkapan ikan yang dalam pengoprasiannya memiliki implikasi hukum, seperti hak penangkapan ikan di dalam dan di luar bagang.
Bagang merupakan salah satu bukti eksistensi hak perikanan tradisional di Indonesia. bagang adalah alat tangkap tradisional yang telah ada sejak turun temurun dalam masyarakat Bugis Sulawesi Selatan. Bagang sendiri memiliki arti spritual dan magis. Pada proses pendiriannya terlebih dahulu dilakukan ekplorasi lingkungan perairan guna menentukan lokasi yang tepat yang memiliki potensi ikan dan kelayakan teknis. Berdasarkan pengalaman mereka semakin dalam perairannya, maka semakin banyak ikan yang terdapat didalamnya.
Nelayan bagang tidak sembarangan mendirikan bagangnya, terdapat lokasi-lokasi tertentu yang diyakini sebagai wilayah keramat berdasarkan mitos turun-temurun dari nenek moyang mereka. Daerah yang diyakini tersebut biasanya ditandai dengan batu karang besar atau pohon baku yang secara ilmu pengetahuan modern merupakan daerah konservasi lait. Jadi dapat disimpulkan bahwa wilayahtersebut merupakan letak tata guna laut yang sengaja dilestarikan oleh pemimpin adat dimasa lampua namun dengan memberikan alasan melalui mitos yang secara turun temurun berkembang dan melegenda. Itulah salah satu cara masyarakat adat melestarikan dan menjaga ekosistem laut, dengan melemparkan mitos-mitos secara turun-temurun dan diyakini oleh para keterunannya.
Ruang Lingkup Penangkapan Ikan Nelayan Bagang.
Berdasarkan pasal 2 Undang-undang No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan disebutkan bahwa :
“wilayah perikanan Republik Indonesia meliputi :
a. perairan Indonesia ;
b. Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia;
c. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Bagang didirikan di perairan yang dalam yang diyakini memiliki sumber kekayaan laut yang melimpah. Perairan di dalam dan disekitar bagang, diklaim oleh nelayan sebagai wilayah yang eksklusif bagi pemilik bagang. Hal ini berarti bahwa nelayan lain kehilangan akses atas wilayah yang diklaim tersebut. Ekslusifnya wilayah dagang tersebut dapat dikategorikan sebagai hak perikanan tradisonal.
Klaim nelayan tersebut memiliki dua versi. Pertama yang menganggap bahwa hale penangkapan ikan itu mencakup wilayah perairan di dalam dan disekitar bagang. Adapula yang mengklaim hak penangkapan ikan itu hanya melingkupi wilayah perairan yang terletak disebelah bagang. Nelayan bagang mengklaim wilayah diluar bagang ynag termasuk daerah hak penangkapan ikan mereka sejauh antara 20-50 meter dan sisi-sisi luar bagang.
Bagang menurut sejarah telah ada sejak jaman Hindia-Belanda , bahkan hak-hak penangkapan ikan tersebut dilindungi secara hukum yang memadai. Dalam ordinansi perikanan pantai (Kusvisserij Ordinantie)Sbld 1927 Nomor 144 terdapat ketentuan sebagai berikut :
“kepada siapa pun yang mengadakan penangkapan ikan pantai menurut ketentuan ordinansi ini, hanya diperbolehkan apabila mengindahkan hak-hak penangkapan ikan penduduk Indonesia sesuai dengan adat dan kebiasaannya, dan sesuai dengan ketetapan pemerintah mengenai wewenang daerah-daerah swapraja untuk mengatur hal-hal mengenai hasil-hasil laut di daerah pantainya.”

Dari penjelasan di atas maka jelas bahwa hak perikanan tradisional masih jelas keberadaannya di Indonesia. namun, kerap terjadi beberapa konflik didalamnya yang dapat menggoyahkan eksistensi dari hak perikanan tradisional tersebut. Beberapa konflik yang muncul dapat berupa pembongkaran paksa oleh aparat setempat karena dinilai melanggar ketentuan peraturan daerah. Seperti yang terjadi di Makassar tahun 1994. Dimana pemerintah membongkar 78 bagang yang terdapat di sepanjang aliran sungai Tallo. Pemerintah daerah berasumsi bahwa laut, sungai maupun danau merupakan milik bersama sehingga dengan adanya bagang yang disekitarnya terdapat daerah eksklusif yang diyakini sebagai milik dari pemilik bagang. Pendirian bagang-bagang dimata pemerintah daerah dipandang sebagai penghalang bagi orang lain untuk menggunakan sumber daya alam “milik bersama” tersebut. Hal ini meruapakan alasan logis bagi pemerintah karena didasarkan pada konsep “milik bersama” dari politik hukum perikanan nasional kita.

Kesimpulan

Seiring dengan pekembangan teknologi yang semakin pesat maka eksistensi hak perikanan tradisional pun semakin tergerus. Namun, hak perikanan tradisional tersebut tidak sepenuhnya musnah. Hal ini dilihat dari beberapa daerah yang masih menggunakan dan mempertahankan hak perikanan tradisionalnya, seperti alat tangkap bagang yang ada di Sulawesi Selatan. Bagang merupakan alat tradisional masyarakat adat yang dialihkan secara turun-temurun. Bagang merupakan bukti eksistensi dari hak perikanan tradisional di Indonesia.

Saran

Stakeholder seharusnya lebih memperhatikan hak perikanan tradisional dan menjaga eksistensinya. Mengingat masyarakat Indonesia sebagian besar masih menggantungkan kehidupannya dengan alat tangkap tradisional yang semakin tergerus oleh perkembangan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

Akmad Fauzi.2005. kebijakan perikanan dan kelautan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Sudirman Saad. 2009. Hak Pemeliharaan dan Penangkapan Ikan. Yogyakarta : LkiS
http://ikanbijak.wordpress.com/2008/04/21/penyelesaian-sengketa-nelayan-pelintas-batas-di-wilayah-perikanan-australia/
http://mukhtar-api.blogspot.com/2009/04/nelayan-hak-tradisional-dan-negara.html
http://www.satudunia.net/content/negara-harus-lindungi-hak-nelayan-tradisional
Undang-undang No 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar